Udah Putus


Menunggu, itulah hal yang sedang Jevian lakukan sekarang. Kemarahan Abim bisa Jevian maklumi, karena siapa yang tidak marah jika dijadikan yang kedua. Sebelumnya Jevian berpacaran dengan Dena, kemudian ia mengajak Abim pacaran juga. Jelas Abim tidak mau, Jevian sudah menduga hal itu.

Yang ditunggu sejak tadi tiba, Abim keluar dari rumahnya dengan kaos belang hitam yang dipadukan dengan jeans. Pemuda itu juga menggunakan masker, tapi Jevian tidak suka dengan hal itu.

Karena masker dia tidak bisa melihat wajah manis Abim.

“Loh kok duduk di belakang?” Tanya Jevian.

Abim balas mendelik kesal. “Suka-suka gue.” Balasnya singkat hanya direspon gelengan kepala oleh Jevian.

Jevian kemudian menyalakan mesin mobilnya melaju meninggalkan pelataran rumah Abim. “Gue berasa jadi supir.”

Abim hanya mendengus kesal. “Gue ga minta Lo buat jemput gue kalo Lo lupa.” Balas Abim ketus.

Memang benar kan? Abim tadinya mau dijemput Galang, tapi kenapa yang datang malah Jevian?.

“Masih aja judes ya, gue kan udah bilang kalo gue udah putus dari Dena dan sekarang gue jomblo.”

“Gue ga nanya.”

“Guenya juga enggak mau jawab pertanyaan, gue mau ngasih tau aja.”

“Dan informasi yang Lo kasih ga penting sama sekali.” Abim menekan kata penting, kemudian buang muka.

“Ini yang gue suka dari Lo,” ucapan Jevian tersebut sukses membuat atensi Abim teralihkan. Ia tertarik mendengar kata selanjutnya. “Lo ga sama kaya cewe cowo lain yang ngejar gue. Di saat mereka kejar-kejar gue, Lo justru lebih milih buat menjauh. Di saat mereka bertingkah sok manis di depan gue, Lo justru galak banget pas gue deketin. Bahkan Lo pernah buat gue malu waktu di kantin, haha.” Tawa Jevian mengalun ringan.

Entah kenapa sekarang jantung Abim justru berdegup dengan sangat kencang, pria ini selalu saja punya banyak cara membuat orang lain terpesona dengan dirinya. Tapi jangan pikir Abim sama, Abim sama sekali tidak mau berurusan dengan pria playboy macam Jevian.

Sedari awal, pria itu sudah masuk black list Abim.

“Dasar playboy, bisa aja ngerdusnya.”

Pria yang Abim juluki playboy itu hanya tersenyum. “Gue ga playboy, gue sukanya sama Lo doang.”

“Gi-i gi pliybiy, gi-i sikinyi simi li di-ing. Halah dasar buaya.” Karena sampai kapanpun, di mata Abim, Jevian tetap sama, playboy.

“Gue serius Abim, gue ga pernah bohong sama Lo.”

“Ya kalo Lo suka sama gue, harusnya Lo perjuangin gue. Bukannya malah pacaran sama banyak cewe.” Balas Abim sarkas.

“Gue cuma kasian sama mereka, gue ga mau buat mereka malu karena gue tolak cinta mereka. Jadi gue mutusin buat terima cinta mereka.” Memang benar adanya, Jevian jujur akan hal yang baru saja dia katakan.

Jevian itu terlampau baik, apalagi jika berurusan dengan perempuan. Hati mereka lembut, Jevian tidak mau mereka tersakiti. Tapi tanpa Jevian ketahui, memutuskan mereka secara sepihak, justru sudah termasuk melukai hati mereka.

Aturan yang Jevian punya selama ini adalah jangan melewati batas untuk ikut campur urusan Jevian, jangan menuntut apapun dari Jevian dan jangka hubungan mereka hanya 1 minggu. Setelahnya sudah, selesai. Tidak perlu ada lagi yang mereka bahas.

“Lo anggep mereka mainan kan? Jadi Lo asal jadian sama semua cewe. Bohong ke sana-sini, bilang kalo Lo cinta juga sama mereka. Tau ga sih? Lo tuh brengsek, Mahatma.”

“Tapi mereka sendiri yang minta gue jadi pacar mereka, mereka yang nyatain perasaan mereka lebih dahulu, bahkan mereka yang mohon-mohon minta gue buat terima mereka jadi pacar 1 minggunya. Lo masih tetep salahin gue?”

Kini keduanya sama-sama terdiam, entahlah Abim bingung mau menanggapi seperti apa lagi. Dimatanya, semua yang dilakukan Jevian itu salah, yang dikatakannya adalah kebohongan dan raut wajah pria itu hanya topeng. Jadi apapun yang Jevian lakukan tidak pernah Abim percaya.

“Satu fakta lagi yang harus Lo tau,” Abim mendengarkan ucapan Jevian, dia tidak menyangkal jika dirinya penasaran dengan apa yang akan Jevian katakan. “Lo satu-satunya cowo yang gue suka, yang selama ini gue kejar tanpa berhenti, yang selama ini gue kasih perhatian, dan Lo, satu-satunya cowo yang gue minta buat jadi pacar gue.”

“Karena yang gue mau, cuma Lo Abim. Bukan yang lain.”