Soal Ikan dan Rasa


Asap mengepul membuat muka Seokjin tidak terlihat, Jimin jadi cemberut karena itu. Iya Jimin sedang menikmati permen kapasnya sekarang, tapi sembari menatap Seokjin. Pria itu amat tampan, Jimin sampai tidak berkedip melihatnya. Tapi karena asap itu pemandangan indah Jimin terhalangi.

Dia berdiri, meletakkan permen kapasnya sembarang. Seokjin adalah tujuan utamanya sekarang. “Kakak ga marah sama aku kan?” Tanya Jimin ikut berjongkok di samping Seokjin.

“Marah buat apa?” Tangan pria itu masih sibuk menyiapkan api untuk membakar ikan hasil tangkapan mereka berdua.

“Aku dari tadi duduk aja di sana tanpa bantuin kakak bersihin ikan.”

Seokjin melirik Jimin sebentar, lalu kembali pada kegiatan sebelumnya. “Kakak ga marah kok. Kakak akuin kakak ini udah tua, tapi bukan berarti kakak pemarah sayang...”

“ISH DIBILANG KITA BELUM PACARAN!!”

Ikan terkahir berhasil Seokjin letakkan di atas panggangan, kini ia memfokuskan tatapannya pada pria yang selama ini sudah ia sukai. “Kamu mau tau ga kenapa kakak suka kamu?”

“Mauuu!” Balas Jimin cepat.

“Pertama kali kakak ketemu kamu itu di kebun binatang, pas itu kamu lagi liat harimau. Tiba-tiba aja ada kucing yang masuk ke kandang harimau itu, di situ kamu panik dan buru-buru panggil petugas kebun binatang. Sampe akhirnya kucing itu bisa diselamatin dan kamu keliatan lega banget pas itu. Kamu tau ga sih? Kakak langsung suka sama kamu saat itu juga. Kamu perhatian banget, sayang banget sama hewan. Kakak paling lemah sama orang kaya kamu.” Jelas Seokjin panjang membuat Jimin malu.

“Aku kira kakak suka aku karena wajahku, taunya karena sifatku.”

Seokjin membalik ikan yang sedang dia panggang. “Bagi kakak, yang terpenting itu sifat. Kalo masalah wajah ya cuma bonus aja.”

“Halah! Kalo aja bukan aku yang di sana, tapi orang lain yang ga masuk tipe kakak. Kakak ga mungkin jatuh cinta! Untungnya aku yang saat itu kakak temuin.”

Jimin begitu istimewa bagi Seokjin. Pria ini memang begitu percaya diri, dan justru Seokjin suka hal itu. Kepercayaan dirinya membuat Jimin semakin terlihat menarik dimatanya.

“Kalo kamu? Gimana perasaan kamu pas pertama kali liat kakak?”

“Biasa aja.” Jawab Jimin singkat. Selain percaya diri, Jimin juga terlalu jujur. Tapi Seokjin memakluminya.

“Ga ada kesan istimewa gitu?”

“Ada sih, tapi kesannya baru ada sekarang. Dulu aku ketemu kakak pas lagi main sama Jungkook, jadi aku ga bisa kenal kakak lebih jauh. Sekarang beda, kakak keliatan keren banget. Aku langsung jatuh cintaa,” balas Jimin.

“Kalo udah sama-sama jatuh cinta, mau pacaran aja ngga?” Tawar Seokjin.

“Dari tadi aku udah ajak kakaknya jadian, tapi kakak sibuk urusin ikan. Jadinya aku dianggurin.”

“Marah nih ceritanya???” Seokjin menjawil hidung Jimin.

“Omong-omong kak, ini namanya ikan apa? Keliatannya mahal banget tau, ga kaya ikan biasa yang aku makan sama keluargaku.” Tanya Jimin yang matanya fokus menatap ikan di atas pemanggangan.

“Ini namanya ikan tuna,”

“Bohong banget! Di Empang mana mungkin ada ikan tuna!!”

“Tapi ini ikan kan kita beli di supermarket Jimin...”

“Hehe iya lupa, ikan yang kita dapet kan cuma 3 ekor.”

Sehabis mancing tadi, Jimin bilang ingin makan ice cream. Itulah sebabnya Seokjin mengajak Jimin ke supermarket yang kebetulan ada di dekat sana. Ketika sedang membeli keperluan memanggang ikan, Seokjin melihat ada tumpukan ikan segar di sana. Ia pun segera membeli ikan itu, takut nantinya ikan yang mereka tangkap masih kurang mengenyangkan.

“Lupa terus, padahal kakak lebih tua dari pada kamu.”

Jimin hanya bisa meringis. Mata Seokjin tak sengaja mendapati segumpal permen kapas yang sudah mulai mengerut di atas tempat duduk Jimin sebelumnya. “Permen kapasnya ga kamu habisin?”

Mengangguk, “Iya, soalnya aku tadi badmood. Karena asap aku ga bisa liat muka kakak masa,” Balasnya terlampau jujur.

Jika saja Seokjin boleh berteriak, dia akan melakukan itu sekarang. Tapi demi menjaga imagenya di depan Jimin, dia menahan semuanya.

“Ihh telinga kakak merah! Kakak sakit?” Tanya Jimin yang langsung menempelkan telapak tangannya di kening Seokjin.

Seokjin buru-buru bergerak menjauh. BAHAYA! Pikirnya. “Ngga kok, kakak ga sakit.”

“Serius? Kalo sakit kita pulang aja kak, aku gamau kakak kenapa-kenapa.”

“Kakak baik-baik aja sayang...”

“KITA BELUM JADIAN KAKKKK!!”

“Hahahaha, kakak lupa,”