[seventy-nine.] ♡︎


Lingga menatap ponselnya bingung, apa maksud Aksa? Lingga bukannya mau berbohong, dia hanya ingin melihat sedikit usaha Aksa. Jika pria itu benar mencintainya, maka dia tidak akan ragu untuk berusaha 'kan? Sama seperti yang Lingga lakukan dulu. Karena itulah Lingga ingin bermain-main. Menolak pria itu, walaupun nyatanya Lingga masih sangat mencintainya.

Berpura-pura tidak mau menerima Aksa menjadi pacarnya, padahal hatinya jelas-jelas sangat mendambakan hal itu.

Hanya saja, kali ini, saat Aksa kembali mengajaknya berpacaran, Lingga sudah tidak tahan. Laki-laki itu terlampau manis, Lingga tak kuasa menahan gejolak di dadanya. Maka tanpa ragu, Lingga menerima ajakan Aksa untuk berpacaran.

Saat pipinya bersemu dan bayangan bagaimana bahagianya Aksa saat membaca jawaban Lingga muncul di otaknya, Aksa justru menjawab 'Bentar kak.', Lingga jelas bingung. Apa maksud pria itu. Senyumnya mendadak luntur. Apa kali ini Aksa juga main-main? Jika iya, pria itu sudah terlampau keterlaluan.

“Selamat siang anak-anak, silahkan buka buku paket halaman 121 lalu kerjakan pilihan ganda nomor 1-50, yang sudah selesai silahkan kumpulkan buku kalian ke depan.” Ibu Sintia masuk. Rupanya bel sudah berbunyi.

Lingga buru-buru memasukkan ponselnya ke dalam tas, lalu membuka buku paket bahasa Indonesia dan mengerjakan tugas yang gurunya berikan tadi. Perihal Aksa, entahlah Lingga juga tidak tahu bagaimana kelanjutannya. Lingga tidak mau berharap, tapi dirinya juga tidak mau sakit hati. Lingga tidak tau, dia hanya mencoba menghilangkan presensi Aksa di kepalanya. Karena sekarang dia harus fokus pada pelajaran.

“Lo kenapa?” Tapi Dhava ternyata menyadari ada yang aneh dengan teman sebangkunya.

Lingga menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. “Gak apa-apa.” Jawabnya mencoba fokus membaca deretan pertanyaan di buku paket.

“Lingga, jangan bohong.”

“Gak tau Dhava, gue bingung banget sama Aksa.”

“Aksa? Kenapa lagi?”

“Dia kayanya gak serius sama gue.”

Selepas mengatakan hal itu, pintu kelas mereka tiba-tiba saja terbuka. Semua mata yang awalnya fokus pada buku paket, kini menatap siapa pelaku yang berani membuka pintu tepat saat kelas sudah dimulai.

“Maaf mengganggu kelasnya Bu.”

Mata Lingga membulat sempurna. Aksa ada di sana, berdiri bersama Vano sambil membawa satu buket bunga mawar merah di tangannya. Semua siswa dan siswi yang ada di kelas sontak berbisik-bisik. Tapi Lingga hanya bisa diam.

Dapat dilihat Aksa ada di sana, bicara dengan Ibu Sintia. Entah apa yang mereka bicarakan, karena sekarang fokus Lingga hanya tertuju pada bunga yang ada di tangan Aksa. Apa yang akan pria itu lakukan? Kenapa dia membawa bunga?

Saat itulah tatapan keduanya bertemu, dan Lingga rasanya ingin menangis saat Aksa datang ke arah bangkunya.

Dhava menyenggol lengan Lingga, “Lo yakin Aksa gak serius sama Lo?” Pria itu melanjutkan obrolan mereka tadi.

Tapi Lingga tak membalas dan hanya fokus pada Aksa yang kini sudah berdiri tepat di hadapannya. “Kak Lingga,” dada Lingga berdesir saat Aksa memanggil namanya. Pipinya juga sudah memerah seperti kepiting rebus. “Maaf ya? Gue pernah labil dan hampir aja kehilangan orang sebaik dan selucu Lo. Marahin aja gak papa, tapi gue gak mau kehilangan Lo buat yang kedua kalinya kak.” Aksa kemudian berlutut, keadaan kelas menjadi ramai karena sorakan para siswa siswi yang menonton drama picisan yang mendadak terjadi di hadapan mereka.

Lingga menutup mulutnya saat Aksa menyodorkan buket bunga mawar merah tepat di hadapannya. Pria itu menatap Lingga dengan tulus. “Kak, sebenernya gue udah tau jawaban Lo. Cuman gue pikir gak etis aja nembak cowok seindah Lo lewat chat, jadi gue mau ulangin semua itu. Kalingga, Aksara bukan cowok terkenal, bukan juga cowok idaman di sekolah. Tapi Aksara pastiin Kalingga pasti bahagia kalau sama Aksara. Nanti Aksara sayang-sayang, Aksara beliin jajan juga, Aksara juga pasti jagain Kalingga. Jadi, Kalingga Gautama mau jadi pacar Aksara Danayaksa?” Aksa bertanya, masih berlutut.

“Terima! Terima! Terima!” Seisi kelas mulai berdiri dan mendukung Lingga agar menerima Aksa. Aksa sendiri tidak menyangka respon yang lain akan positif seperti ini. Bahkan ibu Sintia yang ada di depan sana juga ikut berseru agar Lingga cepat menerima Aksa.

Lingga berdiri, lalu mengambil buket bunga yang Aksa bawa. “Kalau udah tau jawabannya, gak perlu gue ulang lagi 'kan?” Lingga menjawab. Pipinya sudah semerah tomat.

“Gak bisa gitu dong! Harus kasih jawaban. Iya gak temen-temen?!!” Dhava berteriak, yang langsung disetujui siswa lain.

Saat itulah Lingga tidak bisa menahan diri, “ishh, kenapa sih maluu!!” Ucapnya salah tingkah membuat yang lain tertawa mendengarnya.

“WADUH! SEORANG KALINGGA SALAH TINGKAH GAESS!!” Teriak salah satu teman Lingga.

Lingga semakin malu di buatnya. “Jawab! Jawab! Jawab! Jawab!” Keadaan kelas semakin ramai.

Aksa memegang tangan Lingga, lalu Lingga menatap matanya. “Gak papa, ada aku.” Ucap pria itu membuat hati Lingga seketika menghangat dan melupakan sorakan tadi.

Lingga menghela nafas, “IYA! KALINGGA MAU JADI PACAR AKSARA!!” Teriaknya dengan sangat kencang membuat siswa lain kembali bersorak bahagia.

Aksa segera berdiri, lalu membawa Lingga masuk ke dalam pelukannya. Aksa tau Lingga pasti malu.

“I love you.” Lingga yang pertama memulai, masih menelusupkan kepalanya di perpotongan leher Aksa.

Aksa tersenyum. “I love you too.”