fail, give up & I love you.

cw // kiss


Tangannya masih setia memegang nampan berisi jus tomat. Terpaksa menarik sebuah kursi, duduk di depan kamar Rendika. Menunggu pria itu keluar, tentu saja sambil membujuknya lewat chat. Mau secara langsung, tapi Rendika tidak mau keluar.

Saran Raihan memang bagus, tapi Jendra tidak mau membuat Rendika tambah kesal. Jika dia membuka pintu tanpa sepengetahuan Rendika, mungkin pria itu justru tidak mau bicara dengan Jendra. Jendra memang keras kepala, tapi dia tidak mau Rendika marah lebih lama.

Ingin sekali masalah ini cepat selesai.

Ceklek.

Pintu kamar Rendika terbuka, pria itu datang. Matanya merah, sepertinya dia menangis. Jendra merasa makin bersalah. “Nih jus tomatnya,” Jendra berucap, menyerahkan nampan di tangannya ke Rendika.

Rendika mengambil gelas yang berisi jus tomat, lalu meminumnya sampai habis. “Cahaya bintang bagus banget kan? Gue mau liat.” Rendika berucap.

Berujung dengan keduanya yang kini sudah duduk berdampingan di taman yang berada di belakang rumah. Tangan Rendika tidak kosong, Endy ada di sana. Di dalam kandang kecil yang Rendika peluk.

Keduanya masih diam. Jendra bingung mau mengawali kata dengan apa, Rendika juga sibuk menatap bintang.

“Gue mau minta maaf.” Jendra mengawali. Menurunkan egonya, agar masalah ini lekas selesai. “Gue ceroboh, sampai-sampai salah akun.” Lanjutnya.

Rendika tidak menoleh, tapi dia mulai bicara. “Iya, gak papa. Gue juga minta maaf, gue duluan yang kirim fotonya.” Balas Rendika. Pria itu masih ingat, niatnya mengirim foto, agar Jendra berhenti marah. Nyatanya Jendra malah memosting fotonya di akun Twitter.

“Rendika, gue gak mau maksa. Jawab aja semau Lo. Mau publikasiin hubungan kita sekarang, atau nanti?” Jendra bertanya.

Jujur, Jendra ingin sekali mengatakan pada semua orang, jika Rendika adalah tunangannya. Tapi Jendra juga tidak mau memaksa. Entah apa yang sudah Rendika lakukan, Jendra hanya mau pria itu bahagia. Kadang Jendra memang egois, tapi sumpah demi apapun, Jendra melakukan itu hanya sebagai candaan. Karena dia memang suka melihat Rendika kesal.

“Lo mau kita go publik?” Bukannya menjawab, Rendika balik bertanya.

Kalut sekali pikirannya. Bingung. Rendika selalu mengecap Jendra keras kepala dan egois, tapi Rendika baru sadar ternyata dirinya juga sama egoisnya. Memaksa Jendra menutupi hubungan mereka.

“Ngapain nanya? Gue yakin Lo udah tau jawabannya.”

Rendika menghela nafas. “Gue mau nanya sama Lo. Selama ini, Lo anggep gue apa?”

“Tunangan gue, orang yang gue sayang dan orang yang harus gue buat bahagia.”

“Jangan bohong.”

“Gue serius, Rendika.” Jendra menjawab. “Apa semuanya masih kurang jelas?”

“Bukan kurang jelas, gue cuma terlalu shock.”

“Kenapa? Karena dulunya kita musuhan?”

Rendika mengangguk. “Raihan udah jelasin ke gue, dan gue ngerti. Orang yang musuhan kaya kita berdua, berhak pacaran. Berhak nyimpen perasaan buat satu sama lain, tanpa ada campur tangan orang lain.” Rendika meletakkan kandang Endy ke bawah, lalu menatap Jendra. “Tapi sampai sekarang, gue masih bingung sama perasaan gue sendiri.”

“Kalau bingung, gak usah dipaksa. Pelan-pelan aja, gue sabar kok.” Balas Jendra. Meraih tangan Rendika, lalu mengelusnya secara perlahan.

Tegang sekali, Jendra mau Rendika kembali tenang.

“Jendra, Lo terlalu baik. Lo yakin mau sama gue?”

Jendra mendekat, menuntun kepala Rendika agar tidur di bahunya. Rendika tidak menolak, membiarkan pucuk kepalanya mendapatkan kecupan. “Gue yakin sama hati gue.” Balas Jendra.

Rendika terdiam. Jantungnya berdegup dengan kencang. Semua yang dilakukan Jendra, selalu saja berhasil membuat Rendika salah tingkah. Tapi Rendika tidak menyangkal, jika semua perlakuan Jendra sangatlah manis.

“Rendika, gue mau jujur.” Jendra bicara, setelah mengumpulkan semua keberaniannya. “Gue suka sama Lo, Rendika. Bahkan gue udah jatuh cinta sama Lo. Gue tau, ini pasti kedengaran aneh karena sebelumnya kita musuhan. Gue juga gak tau, kenapa hati gue berubah secepat ini. Tapi gue gak mau munafik, hati gue maunya Lo. Persetan sama status kita sebelumnya, yang pasti sekarang gue udah jatuh cinta sama Lo. Gue kalah, gue mau Lo. Gue mau Lo jadi milik gue sendiri. Gue mau bilang ke semua orang kalau Lo udah tunangan sama gue. Gue mau nunjukkin ke semua orang, kalau gue beruntung bisa tunangan sama Lo. Gue pengen hubungan kita lebih dari musuh.” Jendra berlutut, tepat di hadapan Rendika. Tangannya memegang tangan Rendika, menatap matanya. “Rendika, Lo mau jadi pacar gue?” Lanjutnya. Sukses membuat degup jantung Rendika semakin cepat.

“Jendra ... “

“Gue gak main-main, gue terlanjur suka sama Lo. Gak papa kalau Lo belum siap go publik, gue ngerti. Tapi tolong ... jangan denial. Dengerin kata hati Lo. Jangan anggep gue musuh. Anggep gue orang asing yang jatuh cinta sama Lo.”

Rendika melepas tautan tangan mereka, lalu membiarkan Jendra berdiri. Berhadapan dengannya. “Lo mau jawaban jujur kan?” Jendra mengangguk. “Cium gue sekarang.”

Terkejut? Iya. Tapi tanpa banyak bicara, Jendra menarik tengkuk Rendika. Membawa bibir mereka bertemu. Lalu mulai menggerakkan bibirnya. Rendika memejamkan mata, mengalungkan tangannya di leher Jendra. Menikmati lumatan yang diberikan tunangannya.

Rendika tidak mau denial lagi, tidak mau egois lagi. Bukan hanya Jendra yang kalah, tapi Rendika juga. Dia menyerah, lelah terus-menerus menahan keinginan hatinya.

Ciuman mereka terlepas, Jendra membelai pipi Rendika yang masih memejamkan mata. Menetralkan deru nafas yang memburu. Cantik sekali, Jendra kembali jatuh cinta.

Netra mereka kembali bertemu. “Gue boleh minta lagi?” Jendra bertanya.

Rendika memejamkan matanya, lalu mengangguk. “Sekarang kita pacaran, Lo boleh minta kapanpun. Semau Lo. Gak usah izin sama gue.”

“Mulai sekarang, Lo resmi milik gue, Rendika.”

Jendra mengecup bibir Rendika, menahan tengkuk pria itu. Lalu memberikan lumatan-lumatan. Menunjukkan seberapa besar rasa cintanya pada Rendika.

Ciuman mereka semakin panas. Lidah Jendra menyusup masuk ke dalam rongga mulut Rendika. Tentu saja Rendika membiarkannya.

Pusing sekali kepalanya, ciuman Jendra begitu memabukkan.

Malam ini, keduanya berhasil mengesampingkan ego mereka.

Ciuman mereka terlepas, Jendra mengecup bibir Rendika. Lalu menyentuh benda kenyal itu menggunakan ibu jarinya.

“Bibir Lo, candu banget.” Jendra memuji, masih menatap bibir merah muda itu.

“Gue ragu, jangan-jangan Lo udah pernah ciuman sama yang lain.”

“Gak pernah sayang, Lo jadi yang pertama.” Sangkal Jendra.