Date


Berdebar, Abim sungguh merasakan hal itu. Ia memutuskan untuk menerima ajakan date dari Jevian. Sebenarnya tujuan awal Abim mendekati Jevian adalah karena Nayra, perempuan itu sudah Jevian sakiti hatinya. Tapi kenapa sekarang Nayra malah mau membuat Abim betul-betuk bersama Jevian?

Sejujurnya sedari dulu Abim menghiraukan Jevian, karena ia malah berurusan dengan playboy seperti Jevian. Abim punya pengalaman buruk soal playboy. Ia hanya tidak mau jatuh ke lubang yang sama.

Tapi perkataan Haidar kemarin membuat Abim berpikir, benar juga apa kata adiknya itu. Mana mungkin Jevian tidak serius mendekat Abim jika ia berjuang sekeras itu. Sudah banyak kata tolakan yang Abim ucapkan tepat di hadapan Jevian, tapi pria itu seolah pantang menyerah.

Yang membuat Abim kesal adalah, karena pria itu justru berpacaran dengan orang lain ketika sedang mendekati Abim. Siapa yang biasa saja dengan itu semua? Tentunya bukan Abim.

“Hey.” Sapaan ringan keluar dari mulut Jevian, pria itu tak lupa memberikan senyum manis.

“Hey, udah lama nunggu gue?” Tanya Abim.

Pria tampan itu menggeleng. “Ngga ko, gue baru aja dateng.” Jawab Jevian masih disertai senyum manis.

“Kenapa ga nunggu di dalem aja?” Tanya Abim lagi. Cuaca hari ini begitu panas, aneh rasanya Jevian mau menunggu di luar. Padahal ia bisa menunggu di dalam yang suhunya jauh lebih rendah dari pada di luar.

“Gue juga baru keluar tadi kok, pas liat Lo jalan ke sini.”

Abim hanya mengangguk mengerti. “Ya udah, ayo naik.” Ajak Jevian.

Jevian dengan cekatan membuka pintu mobil untuk Abim, tentunya Abim terkejut. Tapi pria manis itu dengan cepat masuk ke dalam mobil, karena pipinya mendadak memerah. Tanpa Abim ketahui, Jevian melihat semuanya, melihat pipi Abim yang memerah.

Pria tampan itu kemudian ikut menyusul masuk dan segera melajukan mobilnya.

Hening, tidak ada yang mau membuka suara. Abim yang masih menetralkan panas di pipinya, dan Jevian yang bingung mau bicara apa.

“Belum makan siang kan?”

Abim hanya mengangguk. “Kita mampir ke restoran dulu ya, makan dulu.” Lagi-lagi Abim mengangguk. Pemuda manis itu hanya takut jika suaranya bergetar ketika menjawab pertanyaan Jevian. Pasalnya Abim selalu saja begitu ketika salah tingkah.

Mereka sampai disalah satu restoran terkenal yang unggul karena rasa masakannya yang tidak mengecewakan. Keduanya kemudian turun, Jevian tiba-tiba saja cemberut. Tentunya hal itu membuat Abim heran. “Lo kenapa?” Tanya Abim.

“Padahal gue mau bukain pintu mobil Lo tadi, kenapa cepet banget sih turunnya.” Gumam Jevian.

Abim hanya tertawa. “Dasar bocil.” Lalu segera meninggalkan Jevian yang hendak protes.

Mereka duduk berhadapan, lalu pelayan datang menanyakan apa pesanan mereka. Abim memilih Rib Eye Steak with orange Juice, sedangkan Jevian memesan Chicken Sizzling Combo with Coca-Cola. Ditambah mereka juga memesan cheese lover pizza untuk dibawa pulang.

“Ada satu hal yang mau gue tanyain.” Abim tiba-tiba saja buka suara. “Lo sengaja buat mainin Nayra kan?” Lanjutnya.

“Gue udah bilang, gue ga ada niatan sedikitpun buat mainin Nayra. Terlebih lagi gue tau sendiri dia temen Lo.”

“Terus kenapa Lo kasih dia harapan?” Tanya Abim lagi. Karena Abim merasa kasihan dengan Nayra.

“Dia suka gue, masa gue larang? Masalah hati siapa yang tau Bim? Kita ga bisa nentuin kehendak hati kita kan?”

“Tapi cara Lo salah Jev. Kalo kaya gini, jatohnya Lo lagi mainin hati mereka.” Abim kembali bicara, ia sudah muak dengan segala alasan yang Jevian berikan.

Pria itu bilang tidak mau menyakiti hati perempuan, lantas menurutnya apa yang sudah dia lakukan itu tidak menyakiti hati perempuan?

“Terus Lo maunya gue gimana?” Tanya Jevian membuat kedua alis Abim naik. Respon yang sangat tidak terduga. “Lo mau gue berhenti kan? Oke, gue mau berhenti kaya gitu asalkan Lo mau jadi pacar gue.” Lanjut Jevian membuat kedua mata Abim membola.

“Lo gila?!!”

“Gue ga gila Abim. Selama ini gue selalu berusaha buat deketin Lo, tujuannya cuma satu. Gue cuma mau Lo jadi pacar gue. Tapi saat gue berjuang, mereka justru deketin gue dan akhirnya gue ga punya pilihan lain. Gue terpaksa terima mereka, karena gue ga mau buat mereka sakit hati.”

“Terus apa hubungannya sama gue? Kenapa syaratnya gue harus jadi pacar Lo?”

“Karena kalau tujuan gue udah kecapai, gue bakalan berhenti dan mereka ga akan berani deketin gue lagi. Soalnya gue udah pacaran sama Lo, gue udah ada yang punya.” Jelas Jevian.

Abim terdiam. “Lo sebenernya serius ga sih deketin gue?” Tanya Abim.

“Kalo gue ga serius, gue udah mundur dari lama Bim. Sejak pertama kali Lo tolak gue.” Jawab Jevian yakin.

Jawaban yang sama dengan apa yang Haidar katakan tempo hari. Apa benar Jevian serius? Abim bingung, Abim juga takut kejadian di masa lalu terulang kembali. Karena sakit hati pada masa itu, masih terasa sampai sekarang.

“Dan gue mau tanya,” Jevian bicara, membuat atensi Abim sepenuhnya kembali pada Jevian. “Kenapa Lo selalu tolak gue?”

“Karena Lo playboy.”

“Gue ga mau denger alesan itu, kasih gue alesan yang lain.”

“Gue ga bisa kasih tau semuanya ke Lo Jevian.”

“Tapi gue mau tau Bim.”

Bertepatan dengan selesainya kalimat Jevian, pelayan datang membawa makanan mereka. Jevian membatin kesal, kenapa pelayan itu datang di waktu seperti ini?

Sedangkan Abim justru merasa lega, sulit menceritakan semuanya. Apalagi kepada orang seperti Jevian. Ia tidak bisa melakukan itu dengan mudah, Jevian tidak bisa ia percaya. Butuh banyak hal agar rasa percaya didiri Abim kembali muncul.

Selesai dengan acara makan mereka yang lebih banyak diisi dengan keheningan, kini keduanya sudah kembali berada di mobil. Keadaan masih sama, hening. Tidak ada perubahan. Terlebih lagi untuk Abim, ia belum mengatakan sepatah katapun setelah keluar dari restoran. Jika Jevian bertanya pun hanya dibalas gelengan atau anggukan saja. Entahlah, Abim hanya malas menjawab.

Abim hanya menatap ke arah jendela, mengacuhkan Jevian. Sedangkan Jevian sekarang bingung, apa ia sudah kelewatan? Apa Abim sekarang justru bertambah kesal padanya? Ingin meminta maaf, tapi Jevian takut. Takut malah memperburuk keadaan.

Mata Abim tiba-tiba saja melihat tulisan 'Cat Cafe', ia mendadak menjadi tertarik. “Itu beneran cat cafe?— maksud gue, beneran ada kucing di dalem cafenya?” Tanya Abim spontan.

Alis Jevian terangkat, senyumnya kemudian mengembang. “Iya, emang di dalemnya bener ada cafe kok. Gue pernah mampir ke sana sekali, pas anterin nyokap beli cupcake.” Memang benar, nyatanya Jevian pernah ke cafe itu bersama ibunya.

“Gue suka banget sama kucing,” Abim mendadak bersemangat, menunjukkan seberapa ia suka dengan kucing. “Kita boleh mampir ke sana?” Tanyanya dengan mata berbinar.

Bisa apa Jevian jika Abim sudah bertingkah lucu? Mana mungkin ia tega menolak keinginan orang yang dia suka. Maka dengan cepat Jevian memutar setir kembali menuju cat cafe yang sebelumnya mereka lewati.

Mereka sampai tepat di hadapan cat cafe tersebut, Abim turun dengan sangat antusias. “Ayo masuk.” Ajak pria manis itu bersemangat.

Tapi dengan cepat Jevian menolak. “Lo aja yang masuk, gue kurang suka sama kucing.”

“Kurang suka atau takut?” Senyum jail muncul di wajah Abim. Suka sekali menggoda Jevian, pasalnya Abim memang baru tau pria yang diidam-idamkan banyak orang di kampus ternyata takut pada kucing.

Dengan cepat Jevian menggeleng. “Takut? Enak aja, gue ga takut ya.” Jawabnya.

“Ya udah, kalo gitu ayo masuk.”