⛸️ — 59 ; double date.
Cio akui, Jiro adalah guide tour terbaik yang dia temui di Manchester. Pria itu membawanya pergi mencari tempat makan yang benar-benar enak, bukan hanya itu saja, Cio bahkan sangat menyukai suasana damai di sekitar mereka. Agaknya Cio harus berterimakasih pada Jiro, pria itu menepati janjinya untuk tidak mengecewakan Cio.
Sudut bibirnya terangkat saat melihat Jiro kembali datang membawa dua cup kopi, dia memberikan salah satunya pada Cio. Jelas Cio menerimanya dengan senang hati. Keduanya kini sudah berada di hadapan Etihad Stadium setelah lelah berjalan-jalan. Awalnya saat Jiro bertanya Cio ingin pergi ke mana, saat itu Cio bingung mau menjawab apa. Dia sudah kenyang, dia juga tidak punya tujuan tempat yang ingin didatangi maka Cio hanya menjawab terserah berujung dengan Jiro yang membawanya ke sini.
“Abercio,” yang dipanggil menengok, menatap Jiro yang sudah lebih dulu menatapnya. “Are you happy today?” Pertanyaan itu meluncur dengan mudah dari bibir Jiro.
Cio tersenyum entah untuk apa, kemudian pria itu mengangguk. “Seneng banget! Makasih ya, Jiro. Setidaknya setelah pertandingan yang cukup melelahkan, gue bisa enjoy jalan-jalan sama lo.” Jawab Cio, meminum kopi yang tadi Jiro belikan untuknya.
Cuaca mulai berubah menjadi dingin, matahari sudah hampir menghilang saat Jiro dengan mudah membuka jaketnya. Tanpa aba-aba pria itu memakaikan jaket miliknya ke tubuh kecil Cio, yang diperlakukan seperti itu jelas terkejut tapi tidak bisa memprotes karena saat dirinya ingin melepas jaket itu, Jiro menatapnya tidak suka.
“Dipake ya? Gue gak mau lo sakit setelah jalan sama gue. Your health is important, Abercio.”
Jantung Cio berdegup dengan sangat cepat, pipinya memerah. Cio salah tingkah. Hanya karena ulah sang penjaga gawang, untungnya Jiro tidak menyadari hal itu karena dia sedang sibuk menatap ke arah lain.
“Jiro,” Cio memanggil. “Makasih ya buat jaketnya.”
Jiro mengangguk lalu mengusak rambut Cio. “Sama-sama. Sekarang gimana? Udah enggak dingin kan?” Jiro memastikan.” Tangannya refleks mengambil tangan Cio, menggenggamnya lalu mengelusnya, mencoba mengecek apakah suhu tubuh Cio sudah naik setelah dirinya memberikan jaket?
Sedangkan jantung Cio semakin cepat berdetak. Rasanya begitu hangat, terlebih lagi saat jemari besar Jiro mengelus punggung tangannya dengan sangat lembut. Cio suka, suka sekali. “Suhu tubuh lo udah naik, setidaknya gue gak perlu khawatir nantinya lo sakit.” Jiro bicara setelah mengecek suhu tubuh Cio. Saat tangannya hendak melepas genggaman tangan Cio, saat itu juga Cio menahan tangannya.
Ada raut heran di muka Jiro, Cio mengusap tengkuknya canggung. “Jiro, Can you still hold my hand?” Cio meminta. Mengesampingkan rasa malu yang kini sudah menggerogoti dirinya.
Sudut bibir Jiro tertarik. “Why you want me to hold your hand? Do you like it?” Pria itu bertanya, mengangkat genggaman tangan keduanya hingga Cio bisa melihat dengan jelas bagaimana tangannya tenggelam dalam genggaman Jiro.
“Yes, I like it.”
“So I think I'm not wrong about Hazel. You jealous with her, right?“
Deg
Cio terkejut, tidak menyangka Jiro kembali membawa topik itu. Nampaknya sang goalkeeper tidak mau kalah, dia tidak akan berhenti sebelum mendapatkan kemenangan. Yang lebih kecil bingung mau menjawab apa, tidak mungkin dirinya jujur, apa tanggapan Jiro? Mungkin pria itu akan kesal padanya. Siapa yang tidak kesal saat adiknya sendiri dikira sebagai pacarnya.
“No—“
“Be honest to me, Abercio. Don't lie because I know.” Jiro memotong perkataan Cio. Pria itu tidak berniat mengancam tapi Cio memandangnya seperti sebuah ancaman. Entah kenapa … dirinya takut Jiro marah.
“I'm sorry, Jiro. You're right. For the first time I saw her in your twitter, I tough she was your girlfriend and I think I should go for your life because I don't want to disturb your life again.”
“Distrub my life? What do you mean, Abercio?”
“Gue merasa gue udah terlalu sering buat lo repot. Gue sering gangguin hidup lo dengan banyak keluhan yang selalu gue rasain. Tanpa sadar, lo repot karena keluhan gue,” Cio menjawab, tak berani menatap wajah Jiro.
“Alasan lo gak masuk akal, Abercio.” Detik itu juga Abercio berani mengangkat wajahnya hingga tatapan keduanya bertemu. “Lo gak pernah gangguin gue because I always call you first, I always text you first. Why you think you distrub my life? You know? My life change because of you,” Jiro menjelaskan. Dia tidak perduli jika Cio nantinya mengerti dengan apa yang dirasakannya karena Jiro memang ingin membuat Cio mengerti, membuat pria itu paham jika dia memiliki rasa yang berbeda untuk si pria yang lebih kecil.
Netra Cio membulat dengan sempurna saat menatap wajah yang tidak asing hingga keduanya sempat berkontak mata. Keenan ada di sana, bersama seorang wanita yang Cio yakini adalah kekasihnya. Cio buru-buru membalikkan badan saat Keenan mengangkat tangannya, berupaya menyapa Cio yang berdiri tidak jauh dari tempatnya.
“Shit! Kenapa gue harus ketemu dia di sini lagi, sih.” Jiro jelas bingung dengan perubahan sikap Cio yang terlalu tiba-tiba. “Please pergi sana, jangan ke sini, tolong banget gue gak mau ketemu sama lo Keenan.”
Jiro merasa Deja Vu saat tangan kecil Cio kembali memeluk lengan penuh tatonya, jantungnya kian berdetak dengan cepat terlebih saat Cio tidak sengaja meremas lengannya.
“Cio, what happened?” Jiro bertanya, khawatir dengan Cio yang sudah menutup wajahnya menggunakan satu tangan.
“Mantan gue ada di sini, Jiro. Kita pergi sekarang aja, ya?” Cio meminta, masih menutupi wajahnya dengan satu tangan.
“You're ex? Di mana?” Mata Jiro sontak mencari di mana keberadaan mantan Cio.
“I'm here.” Tiba-tiba saja ada pria yang menjulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Jiro. Sedangkan Cio sudah mengumpat dalam hati, bagaimana pula Keenan bisa sampai di hadapannya dengan Jiro begitu cepat? Apa masalah dia hingga selalu dipertemukan dengan Keenan. “I'm Abercio ex and I know you, Jiro Aknath Chevalier, Manchester City goalkeeper. Am I wrong?” Keenan melanjutkan ucapannya.
Jiro tersenyum lalu menyambut jabatan tangan itu. “No. You're right.”
“I'm Keenan, nice to meet you Jiro,” Keenan kemudian menatap Cio yang dengan cepat menyingkirkan tangan di depan wajah. Cio buru-buru menatap hal lain, yang penting dirinya tidak menatap wajah Keenan. “And happy to see you, Cio.”
Cio hanya menunjukkan senyum paksanya, masih mengumpati nasibnya yang terlampau buruk hingga bisa bertemu dengan Keenan di Manchester. “Dia pacar lo? Kenapa gak dikenalin sama kita?” Cio bertanya karena dia memang penasaran dengan hubungan dua orang itu. Apa benar mereka berpacaran?
Keenan tersenyum dengan sangat manis, “yes she's my girlfriend. Her name is Alora. Al, dia Abercio. Mantan yang pernah aku ceritain.” Keenan memperkenalkan keduanya.
“Nice to meet you, Abercio.” Alora bicara dengan senyum bahagia, Cio balik membalas. “This is your boyfriend, Abercio?” Alora bertanya saat matanya tidak sengaja menatap tangan Cio yang mengalung dengan indah di lengan penuh tato milik Jiro.
Cio dengan cepat menggeleng tapi belum sempat dia melepaskan tautan tangan keduanya, Jiro menahan tangan Cio hingga kini dia mengelus tangan itu. “Yes, I'm Abercio boyfriend.” Jiro menjawab mampu membuat kedua mata Cio membulat sempurna.
“Wow you're so lucky, Abercio. Setelah putus sama gue lo kencan sama Jiro.” Keenan bicara, ada raut bahagia di sana dan entah kenapa hati Cio sakit melihat itu.
Raut wajah Cio tidak terlepas dari penglihatan Jiro, dia dapat melihat jelas ada raut tidak suka di wajah Cio. Entah Cio memang tidak suka keberadaan Keenan atau pria itu masih belum bisa melupakan Keenan, Jiro tidak bisa menyimpulkan jawabannya. Dia butuh petunjuk lain. Hingga dia dapat merasakan Cio kian mendekat, memeluk lengannya lebih kuat lalu menyenderkan kepalanya di bahu milik Jiro.
“Iya, gue gak nyangkal kalau gue emang selalu beruntung,” Cio menjawab bangga. Tidak perduli dengan malu yang mungkin akan menggerogotinya setelah kepergian Keenan.
Jiro ikut bermain. Tangannya kini sudah naik bertengger di pinggang Cio, memeluknya dengan mesra. Jangan tanya keadaan Cio, pria itu jelas terkejut.
Keenan yang melihat itu tersenyum. “Kalian emang cocok. Gimana kalau kita double date? Gue tadinya mau pergi sama Alora aja, tapi setelah gue pikir lagi ajakin kalian berdua mungkin bakal bikin date kita lebih seru.”
© kmvdoots