⛸️ — 30 ; number.

Kaos hitam, celana training, topi hitam dan memakai sebuah masker, kala Cio selesai memastikan apa yang Jiro kenakan, saat itu juga matanya mengedar mencari di mana keberadaan pria itu. Baru satu langkah dia maju, tangannya sudah ditahan. Sontak Cio berbalik dan menghela nafas lega kala melihat Jiro-lah si pelaku.

Why do you look so worried, Abercio?

Sebelum menjawab, Cio menyempatkan diri melihat kebelakang. Masih melihat pria berjaket hitam yang sebelumnya mengikuti dia. Rasa panik itu bertambah kala mereka hampir saja bertukar pandang. Buru-buru Cio mendekat ke arah Jiro lalu memeluk lengannya dengan kuat.

Deja Vu

Jiro merasakan hal ini lagi. Jantungnya kembali berdegup kencang persis seperti pertama kali mereka bertemu, tapi Cio sama sekali tidak menyadari. Rasa takutnya terlampau lebih besar.

Can you help me, Jiro?” Abercio bicara pelan, takut pria berjaket hitam dapat mendengarnya.

Why? Something happened to you?” Mendadak Jiro panik, melihat seluruh tubuh Cio dan memastikan tidak ada luka atau noda darah di bajunya.

Abercio mengangguk dengan cepat. “Cowok di belakang, yang pake jaket hitam, He keeps following me. Even when I left the cafe, he still followed me.” Abercio menjelaskan.

Jiro membulatkan matanya, “That's why you walked in a hurry when you came out of the cafe?” Cio lagi-lagi mengangguk. “Okay, how about now you get in my car? I will bring you back to your hotel.” Jiro menawarkan karena sejujurnya dia juga bingung mau membawa Abercio ke mana. Ini pertemuan yang tidak disengaja, jadi dirinya tidak sempat mempersiapkan apa-apa.

You don't feel bothered because of me?” Cio balik bertanya saat Jiro mulai menariknya menuju tempat di mana dirinya memarkiran mobil.

No. Gue gak merasa kerepotan sama sekali, Cio,” jawabnya. Pria itu membuka pintu mobil dan mempersilahkan Abercio masuk.

Abercio menurut, dia masuk disusul dengan Jiro yang membuka pintu mobil sebelah. “Cio, sebentar ya? I will buy some coffee.” Setelah Cio mengangguk Jiro segera pergi, tidak lupa mengunci pintu mobil, khawatir pria berjaket hitam itu kembali datang.

Cio ikut khawatir, matanya melihat ke kanan dan ke kiri, waspada barangkali ada hal mencurigakan di sekitarnya. Tapi Cio tidak melihat laki-laki berjaket hitam itu, sejak dirinya dibawa Jiro, saat itu juga pria berjaket hitam ikut menghilang entah ke mana. Seolah hadirnya Jiro benar-benar berhasil membuatnya takut.

Cio kembali memikirkan betapa bodoh dirinya kala sedang dihantui rasa panik, terbukti dengan sekarang dia yang sudah berada di dalam mobil Jiro, orang yang dengan jelas dia permalukan di acara variety show agensinya. Kenapa Cio baru sadar sekarang? Sebenarnya dia bersyukur bisa bertemu dengan Jiro, setidaknya pria itu bisa menolongnya dari pria berjaket hitam. Tapi setelah dipikir lagi, Cio bingung harus melakukan apa setelahnya bersama Jiro.

Maksudnya, mereka harus pergi ke mana? Tidak mungkin, kan Cio hanya minta diantarkan ke hotel? Setidaknya dia harus merasa berterimakasih dan membalas perlakuan baik yang sudah Jiro berikan.

Pintu kemudi terbuka, Jiro masuk membawa dua kopi. Memberikan yang satunya pada Cio. “Gue beliin lo cappucino. Gue gak tau lo suka cappucino atau enggak, tapi gue yakin lo gak suka americano.” Ucap pria itu mulai menyalakan mesin mobil lalu membawanya pergi dari sana.

Abercio tersenyum, menyeruput sedikit cappucino yang Jiro belikan. “Lo bener. Kalau disuruh milih americano atau cappucino, gue pasti pilih cappucino,” jawabnya yang membuat senyum bangga muncul di wajah sang kiper.

“Oh iya, gue mau minta maaf perihal cityzen yang kemarin berbuat enggak sopan sama lo, ya?” itu Jiro yang bicara. Rasa bersalahnya masih ada, terlebih lagi karena komentar yang fans-nya berikan benar-benar kasar. Dia takut Cio merasa tidak nyaman.

It's okay, Jiro.” Jantung Jiro berdegup lebih cepat kala tangan Abercio menyentuh lengannya yang dipenuhi tattoo. Entah sengaja atau tidak, tapi Cio berhasil membuat pipi sang kiper memerah. “Harusnya gue yang minta maaf, gue beneran gak tau nama lo padahal gue pernah liat pertandingan lo,” Cio menjelaskan. Mengingat kembali momen di mana dirinya dan Hanan menghabiskan banyak waktu di Manchester.

Saat itu mereka sangat bahagia, keduanya menghabiskan banyak waktu bersama, jalan bersama, Shopping bersama, menonton film bersama. Sayang sekali, Cio dan Hanan tidak bisa melakukan hal itu setiap hari, satu kali seminggu pun mereka masih tidak bisa dikarenakan kesibukan yang dimiliki satu sama lain. Hanan adalah satu-satunya kawan yang dimiliki Cio, keduanya sama-sama saling menyayangi.

“Oh iya,” Abercio teringat suatu hal. “Kenapa lo bilang 'Welcome to Manchester.' di DM? Ini bukan kali pertamanya gue ke sini, Jiro.” Dirinya membahas satu hal yang berhasil menghantui otaknya saat membaca direct massage dari Jiro.

Jiro tersenyum lalu mengangkat bahunya. “Emang ucapan 'Welcome' cuma berlaku buat mereka yang baru pertama kali datang ke Manchester? Yang balik lagi ke sini juga berhak, kan? Kata 'Welcome' digunakan buat menyambut, kan? Am I wrong?” Jiro balik bertanya.

Abercio mengangguk, menyetujui ucapan Jiro yang memang benar. Sedetik kemudian dia merasa dirinya sangat bodoh karena menanyakan hal yang tidak masuk akal, sudah jelas kata 'Welcome' itu memiliki makna luas, kenapa pula Abercio dengan bodohnya mengajukan pertanyaan seperti itu pada Jiro.

Abercio, how do I take you back to the hotel if I don't know your hotel address,” Jiro mengingatkan.

“Oh iya Sorry, gue lupa. Bentar gue cari di maps dulu, nanti gue tuntun jalannya.“Setelah itu mereka berdua sama-sama sibuk mencari di mana letak hotel Cio.

Saat keduanya sampai di hotel yang Cio tempati, saat itu juga Cio menarik Jiro keluar mobil dengan paksa. “Abercio?” Jiro jelas bingung, kenapa pula Abercio menariknya seperti itu.

“Lo mau makan, gak? Di depan sana ada restoran enak banget! Gue pernah makan di sana bareng yang lain.”

Jiro tersenyum dengan begitu manis. “I've stayed and tried the food in this hotel, Abercio.” Sontak Abercio terdiam. Lagi-lagi merasa bodoh. “Jangan bilang lo ajak gue makan sebagai bentuk terimakasih?” Jiro bertanya.

Tepat sasaran sekali, Abercio ketahuan. “Iya … gue sebenernya mau balas perbuatan baik lo. Lo udah bantuin gue pergi dari pria jaket hitam yang tadi ngikutin gue,” jawabnya.

I just want your number. Can I get it?

© kmvdoots