010 ; First Meet.


Duduk di antara keluarga Adhiyaksa tidak pernah masuk ke dalam list kegiatan yang akan Kaizen lakukan. Kaizen terpaksa, jika tidak karena keinginannya merilis single baru, maka dia tidak akan menginjakkan kaki di restoran yang entah apa namanya. (re: Kaizen terlalu malas memperhatikan sekitar)

Pelayan restoran itu mengantarkannya ke meja yang sudah penuh dengan makanan, diisi tiga figur yang tidak asing namun selalu Kaizen hindari. Bahkan tidak pernah menatap wajah mereka selama sisa hidupnya merupakan keinginan terbesar Kaizen.

“Kaizen sayang, kamu udah sampai?” Suara yang Kaizen akui merdu itu menyambut gendang telinganya.

Kaizen tidak menjawab, membiarkan tiga pasang wajah melemparkan senyuman yang sarat dengan kerinduan itu terlihat di jangkauan pandangnya. Lagi-lagi Kaizen tidak membalas senyuman itu.

Ia dudukkan tubuhnya di kursi lalu meraih gelas air putih yang ada di sana, menenggaknya hingga habis. “Jadi, mana makanannya?” pria itu bertanya. Tidak mau membuang waktu terlalu lama, tidak mau wajahnya dipandang lebih lama oleh mereka.

Buru-buru mereka memanggil pelayan lalu memsan makan kesukaan Kaizen tanpa perlu bertanya. Mungkin mereka sudah hafal di luar kepala. Bahkan mereka tahu soal Kaizen yang tidak menyukai tomat. Harusnya Kaizen tersentuh, tapi tidak, dia tidak akan pernah luluh akan kebaikan mereka.

Sudah cukup dia merasakan sakit hati saat di tinggalkan oleh pria bernama Adhiyaksa. Kaizen bukan Tuhan, dia tidak bisa memberikan maafnya dengan mudah. Kaizen bukan manusia kuat yang dalam sekejap bisa melupakan kenangan kelam di masa lalunya, biarkan dia terus mengingat kenangan itu, biarkan dia terus menyimpan benci pada tiga orang di hadapannya.

“Gimana kabar kamu sayang? Papah liat comeback kamu kali ini sukses besar.”

'Sukses besar' Tch, agensi aja gak pernah mau bantu comeback kali ini.”

Jawaban Kaizen sukses membuat yang lainnya terdiam. Kaizen tersenyum miring, mereka semua tau, tau soal kecurangan yang agensinya lakukan pada Kaizen. Tapi mereka tetap diam. Haikal bilang mereka peduli padanya? Jika peduli, kenapa mereka tidak mencoba membantunya?

Mungkin itu bukan cara yang bisa membuat hati Kaizen melembut, tapi setidaknya rasa benci yang sudah menggunung di hati Kaizen bisa berkurang sedikit demi sedikit.

###

“Loh, benci karena apa?”

“Itu loh Tante, banyak yang rumorin Matteo dating sama Aktris dan Aktor. Jadi Matteo benci sama mereka. Lebih ke kesel sih,” Hanin menjawab. Menyuapkan sepotong steak ke dalam mulutnya.

Selepas laporan yang Matteo berikan pada papahnya secara langsung, mereka memutuskan untuk memesan makanan. Mamah bertanya tentang kabarnya, bahkan mamah bertanya tentang apakah dia makan semua makanan yang sudah disiapkan mamahnya.

Hanya 'iya' yang bisa Matteo berikan sebagai jawaban, walaupun nyatanya dia tidak pernah menyentuh makanan buatan mamahnya sama sekali. Bukan tak suka, hanya saja Matteo terlalu malas untuk makan. Terlebih lagi biasanya dia sudah makan di lokasi syuting. Jadi saat sampai apartemen, Matteo buru-buru membersihkan diri lalu istirahat.

“Jadi agensi setuju sama usulan fake dating dari Matteo?”

“Iya Tante. Matteo kan anak kesayangan agensi. Dia minta apapun pasti diturutin.”

Anak kesayangan agensi. Memang benar adanya, Matteo itu anak kesayangan agensi. Satu hal yang membuatnya percaya diri adalah karena fakta itu, fakta bahwa apapun yang Matteo lakukan, agensi pasti selalu melindunginya, membelanya, membuat Matteo tidak takut akan apapun.

“Tante denger—”

Prangg!

Suara piring dilempar membuat ucapan mamah terpotong begitu saja, atensi mereka teralih ke ruang sebelah yang hanya dibatasi dinding kaca. Matteo dapat melihat presensi seorang laki-laki yang berdiri, mulutnya bergerak entah mengatakan hal apa tapi Matteo tahu laki-laki itu sedang marah.

“Itu dia kenapa, sih?” mamah bertanya, masih menatap kekacauan di ruang sebelah. Di mana si laki-laki yang kini marah mencoba melepaskan genggaman tangan pria paruh baya yang Matteo yakini sebagai ayahnya.

“Loh, bukannya itu Pak Adhiyaksa?”

Perkataan Hanin barusan sukses membuat atensi ketiganya teralih. Ada raut bertanya, termasuk Matteo yang kini lebih memilih mendengar penjelasan yang mungkin akan keluar dari mulut Hanin.

“Pak Adhiyaksa, pemilik agensi SNO Entertainment,” Hanin memulai penjelasannya. “Aku pernah ketemu dia beberapa hari lalu, waktu itu dia dateng ke agensi kita entah mau ngapain. Dan setau aku, dia emang deket sama CEO agensinya Matteo,” lanjutnya.

“Hogan?”

“Iya om, aku gak tau sih gimana mereka bisa deket. Tapi katanya mereka buat perjanjian gitu, ini juga cuma rumor soalnya aku denger kabar ini tanpa ada bukti apapun.”

SNO Entertainment, Matteo pernah datang satu kali atas kemauan CEOnya. Saat itu dia akan berkolaborasi dengan salah satu penyanyi di sana, membuat tayangan iklan yang berdurasi 30 detik bersama, lalu urusan mereka selesai.

Kini matanya kembali menatap ke ruangan di samping, tepat di mana keributan sebelumnya terjadi. Tersisa tiga orang yang kini sedang dalam keadaan kacau. Perempuan paruh baya itu menangis, pria paruh baya yang Matteo yakini sebagai kepala keluarga mencoba menenangkan istrinya. Sedangkan satu perempuan yang terlihat masih muda menundukkan kepala.

Ia raih gelas jus yang ada di hadapan, lalu meneguknya. Kepalanya masih memikirkan wajah laki-laki yang terlihat sangat marah, apa yang membuat emosinya terpancing seperti itu? Entah kenapa Matteo ingin mengetahui sebabnya.

###

“Gak usah cari tau, gue muak.” Nada yang penuh dengan kekesalan terlontar dari bibir Kaizen.

Bisa-bisanya pria tua itu mengancam Kaizen? Dia bilang jika Kaizen tidak menuruti ucapannya, maka Kaizen tidak akan mendapatkan jadwal perilisan single barunya. Kaizen muak, nyatanya semua yang dilakukan agensinya adalah ulah pria tua itu.

Pria yang berpura-pura menyayanginya.

“Kai, lo gak buat masalah kan?”

“Kenapa lo selalu salahin gue, sih?”

“Karena lo gak mau ceritain semuanya ke gue. Kalau gue gak tau cerita lengkapnya, gimana bisa gue ada di pihak lo.”

“Dan kenapa bisa lo ada di pihak Adhiyaksa sebelum tau gimana cerita lengkapnya.”

Hening, tidak ada balasan dari Haikal. Kaizen hampir saja memutus sambungan telepon jika Haikal tidak bersuara.

“Sorry.”

“Adhiyaksa mau jodohin gue sama anak temennya, dia bilang dia gak akan kasih gue tanggal perilisan single baru kalau gue gak nurut.”

Keluarga Adhiyaksa, sampai kapanpun Kaizen tidak akan mau menjadi bagian dari mereka. Kaizen tetaplah Kaizen Terangga. Bukan Kaizen Adhiyaksa ataupun Kaizen lainnya.

©kmvdoots